Sebagian besar masyarakat di Kota Kupang, maupun Kabupaten Kupang yang belun pernah mengunjungi Pulau Kera mengira bahwa pulau tersebutItak berpenghuni. Pasalnya pulau yang cuma berjarak tempuh dari Dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) hanya 30 menit dianggap hanya pulau kosong. Bahkan kalau ada penghuni, hanya dikira nelayan yang ingin mampir sejenak setelah lelah mencari ikan disekitar lokasi wilayah tersebut.
Namun tanpa diduga banyak orang, pulau tersebut sudah sangat banyak penghuninya. Sesuai data dari hasil kunjungan jurnalis bersama Yayasan Tanpa Batas (YTB) pada Sabtu (21/07/2019) di pulau dengan luasan 48,2 hektar itu jumlah penduduknya sudah sebanyak 716 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 106. Meskipun begitu, warga yang bermukim di pulau tersebut belum mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Kupang, seperti pelayanan administrasi kependudukan, pendidikan, dan kesehatan.
Menurut, Hamdan Saba, salah satu tokoh masyarakat di Pulau Kera menyebutkan, warga yang berdomisili pulau Kera hampir tidak pernah mendapat perhatian. Bahkan mereka merasa seperti terasing di Negara sendiri.
“Hampir semua penghuni di wilayah ini tidak mempunyai Kartu Identitas Kependudukan (KTP). Padahal wilayah ini masuk dalam kelurahan Sulamu Kabupaten Kupang. Saya sendiri merupakan ketua RW 13, sebab di Pulau ini ada dua Rt,” kata Hamdan.
Selain itu, hampir semua anak di wilayah ini tidak mempunyai Akta Kelahiran. Dampak dari itu, semua anak di wilayah ini tidak bisa bersekolah pada sekolah formal, karena syarat untuk mendaftar pada sekolah formal harus mempunyai akta kelahiran.
“Bagaimana punya akta kelahiran sedangkan kami sendiri tidak punya kartu keluarga. Kami sudah tinggal disini sudah 30 tahun bahkan ada yang lebih. Uniknya meskipun kami rata-ratu tidak mempunyai KTP, KK, tapi warga disini yang terdata sebagai pemilih tetap dalam jumlahnya 200 orang,”
Ia mengaku, jumlah anak usia sekolah dalam rentang usia 6-12 tahun di Pulau Kera jumlahnya ada 72 orang, dan untuk memberikan pendidikan, pihaknya membuka sanggar belajar agar bisa dimanfaatkan 72 anak. Dalam proses belajar mengajar, ruangan yang dipakai seluas 20 meter persegi untuk menampung 72 siswa. Meja dan bangku yang masing-masing 16 buah, sehingga banyak siswa yang belajar sambil duduk lesehan di lantai.
“Sebenarnya sangat kompleks masalah kami disini, tidak ada sarana pendidikan, kesehatan. Tapi hingga saat ini kami hanya mendapat janji dari pemerintah. Kalaupun ada bantuan yang kami dapat itu bukan dari pemerintah. Banyak pihak lain yang membantu kami, termasuk Yayasan Tanpa Batas yang punya kepedulian terhadap kami. Yayasan ini dengan berbagai upaya telah menvasilitasi kami dengan pemerintah tapi sampai saat ini belum ada perhatian lebih kepada kami. Harapan saya kedepan mudah-mudahan Gubernur NTT dan Bupati Kupang yang baru terpilih, kebijakanya lebih berpihak kepada masyarakat terutam soal adminduk, pendidikan anak-anak kami dan kesehatan. Kami disini merupakan bagian dari NKRI ,”katanya.
Sementara itu, koordinator YTB Kupang Lily Amalo mengaku, kunjungan YTB ke Pulau Kera dalam rangka memperingai Hari Anak Nasional 0pada 23 Juli mendatang. Dalam kunjungan kali ini, pihaknya sengaja mengundang media cetak dan online untuk melihat secara langsung berbagai persoalan sosial yang terjadi di Pulau Kera.
Menurutnya, di wilayah tersebut, banyak warga negara yang tidak mendapatkan hak-hak mereka sepeti pendidikan, kesehatan, dan adiministrasi kependudukan, baik itu Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan KTP. Padahal wilayah tersebut masuk dalam bingkai NKRI namun sama sekali tidak diperhatikan.
Lebih miris lagi, saya beberapa kali ikut Musrembang ditingkat kecamatan di Kabupaten Kupang dan banyak yang bilang pulau kera tidak berpenghuni.
Lily mengaku, pihaknya mencoba membantu warga pulau Kera dengan melakukan pendekatan dengan pemerintah Kabupaten Kupang. Namun belum ada keberpihakan dari pemerintah, terutama pendidikan bagi anak-anak di pulau tersebut. Jumlah anak usia sekolah sudah banyak dan butuh perhatian pemerintah untuk pendidikan mereka. Jangan biarkan anak-anak bangsa tumbuh tanpa pendidikan yang layak.
“Harapan saya untuk pemerintah perhatiakan warga dipulau
Kera agar tidak terkesan diskriminatif. Meraka yang ada disini merupakan aset
negara dan harus diperhatikan,” katanya. Sumber NTT Online Now