(Refleksi
COVID-19, HIV dan Badai Seroja di Kota Kupang 2020)
By DS.
Melupakan seseorang dan masa
lalu sangat cocok bagi kamu yang terjebak dalam kenangan dan nostalgia, karena
melupakan merupakan upaya untuk membuang suatu ingatan yang ada dalam pikiran
seseorang, namun masalah terbesar manusia adalah karena terlalu banyak
mengingat dan terlalu cepat melupakan.
Masih lekat diingatan kita dua virus yang mengguncang dunia yaitu HIV dan Covid-19 yang merambat hingga pelosok tanah air, tak ketinggalan Kota Kupang juga mendapat jatah kedua virus laknat ini.
Belum lama kita menikmati
pola penanganan kasus lama yaitu kasus HIV, kita sudah di ancam dengan kasus
Covid-19. Baru saja kita menemukan secercah harapan penanganannya, kita sudah
di hajar dengan badai siklon seroja. Ketiga hal ini bertalian secara
bergelombang datangnya.
Ironisnya, setiap gelombang
yang datang menghapus jejak memori yang lama. Ketika Covid-19 datang, menghapus
jejak kasus HIV sehingga mengabaikannya. Covid-19 pun seolah pergi begitu saja
seiring Badai Siklon Seroja menghantam Kota Kasih karena warga masyarakat tidak
pusing lagi dengan kasus ini sehingga mulai meninggalkan perilaku baru
menghadapi pandemic ini, masker sudah tidak dihiraukan lagi oleh sebagian warga
karena focus membereskan puing-puing dampak badai.
Yang kami ketahui dari
pengalaman selama puluhan tahun melawan HIV di Indonesia adalah tidak ada cara
yang mudah dan cepat dalam menghadapi suatu epidemi.
Pencegahan masih jauh lebih baik daripada kemampuan biomedis untuk mengetes dan mengobati. Patut diingat, akses universal terhadap tes dan pengobatan HIV masih belum tercapai meski berbagai upaya telah dijalankan selama puluhan tahun. Tes COVID-19 harus tersedia secara merata, dan masyarakat harus menyetujuinya.
Jika mereka tidak merasa
sakit atau memerlukan tes COVID-19, atau mereka tidak dapat menjangkaunya,
langkah pencegahan menjadi sangat tidak efektif.
Mari kita mulai nostalgia untuk
mengingat memori lama untuk mengingat kasus HIV. Data kasus HIV dan AIDS di Provinsi NTT
per Agustus 2020 mencapai 7.234 kasus yang tersebar di 22 Kabupaten/Kota. 5
(Lima) besar kabupaten/kota dengan kasus tertinggi di Provinsi NTT yaitu: Kota
Kupang (1.544), Belu (986), Sikka (834), Flores Timur (644), dan Timor Tengah
Utara (311).
Dimasa pandemi Covid-19
(Januari s/d September 2020) kasus bertambah terus beriringan dengan
peningkatan kasus Covid-19. Tercatat di Kota Kupang ditemukan 98 kasus baru HIV
dan AIDS, dengan rincian : 92 kasus HIV (93,87 persen) dan 6 kasus AIDS (6,13
persen).
Belajar dari pengalaman kami
(Yayasan Tanpa Batas) yang mengkaji isu
HIV dan gender di Indonesia timur selama hampir dua dasawarsa, kami menyarankan
pendekatan holistik, yang mencakup aspek budaya, gender, agama, ekonomi, dan
politik untuk mengatasi aspek-aspek sosial terkait transmisi dan pencegahan
suatu penyakit.
Berpikir positif sangat
diperlukan dan harus dibiasakan pada ODHA karena sangat berperan dalam menyusun
kembali konsep diri sebagai ODHA, merangkai kembali tujuan hidup, cita-cita,
kepercayaan diri, menerima kasih sayang dari keluarga dan orang-orang tercinta
dan tidak kehilangan harapan hidupnya.
Berpikir positif sebenarnya
tidak hanya diajarkan dan dilatih kepada ODHA, namun begitu pula pada orang
yang hidup dengan pengidap HIV dan AIDS (OHIDHA). Berpikir positif juga
diajarkan dengan perlahan-lahan seiring dengan penerimaan diri individu
terhadap status barunya sebagai ODHA, dukungan sebaya dan adanya komunitas yang
menaungi ODHA merupakan hal yang efektif sebagai perantara penyampaian
informasi dan edukasi untuk pembiasaan ODHA berpikir positif.
Ini artinya pencegahan harus digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan dipadukan ke dalam hubungan dan kebiasaan sosial mereka agar efektif.
Covid-19 membawa kita pada peradaban baru yang kita sebut “NEW NORMAL”, ’’PEMBERLAKUAN PEMBATASAN KEGIATAN MASYARAKAT” dimana memaksa kita harus mampu beradaptasi dengan menerapkan sikap disiplin untuk mematuhi seluruh protocol pencegahan sebagai gaya hidup baru. Syaratnya hanya satu, yakni belajar untuk disiplin dan mau berdamai dan beradaptasi dengan keadaan. Termasuk berdamai dengan mahluk kecil yang barukuran 150 nanometer tersebut.
Ketika Covid-19 datang, menghapus jejak kasus HIV sehingga mengabaikannya. Covid-19 pun seolah pergi begitu saja seiring Badai Siklon Seroja menghantam Kota Kasih karena warga masyarakat tidak pusing lagi dengan kasus ini sehingga mulai meninggalkan perilaku baru menghadapi pandemic ini, masker sudah tidak dihiraukan lagi oleh sebagian warga karena focus membereskan puing-puing dampak badai.
Terkadang kita ingin
tertidur agar bisa melupakan dan terkadang kita ingin melupakan agar bisa
tertidur. Namun HIV, Covid-19 dan Seroja mengajarkan
kita untuk tetap belajar dari memori lama dan tidak mudah menghapusnya dari
memori ingatan kita sehingga kewaspadaan tetap terjaga.